Minggu, 08 Juni 2014

komunikasi antar budaya

Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini. [1] Menurut Stewart L. Tubbs,komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.[1]
Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow across national boundaries. Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain.[2] Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya.[3]
Intercultural communication generally refers to face-to-face interaction among people of diverse culture.[3]
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok.[4] Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan:
  1. Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan;[4]
  2. Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama;[4]
  3. Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita;[4]
  4. Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan pelbagai cara.[

komunikasi yang baik dalam bisnis

Komunikasi Bisnis yang Efektif - oleh Tim Content

 
Komunikasi bisnis melibatkan pertukaran informasi yang terus-menerus. Ini merupakan sebuah proses terus-menerus. Lebih banyak bisnis diperluas, lebih besar tekanannya pada bisnis tersebut untuk menemukan cara komunikasi yang lebih efektif – bersama para pekerja dan dengan dunia di luar. Dengan demikian, bisnis dan komunikasi berjalan bergandengan tangan.

 

Tanpa komunikasi bisnis yang efektif, seorang manajer tidak dapat melaksanakan fungsi-fungsi dasar dari manajemen secara efisien. Komunikasi ini merupakan darah kehidupan dari sebuah organisasi.



 
Untuk komunikasi yang baik di dalam bisnis, kita harus memperhatikan hal-hal berikut:
  1. Setiap komunikasi di dalam bisnis, apakah itu tertulis atau lisan, harus disusun secara logis, misalnya ia harus memiliki permulaan yang baik, pokok (isi) yang baik, dan akhir yang efektif. Sebagai surat bisnis atau pidato bisnis, komunikasi harus dimulai dengan cara sedemikian rupa sehingga pendengar menjadi sangat tertarik dan memberikan perhatian kepada pesan tersebut. Isi dari komunikasi harus menyampaikan pesan inti komunikasi. Komunikasi harus berakhir dengan cara sedemikian rupa sehingga pendengar mengetahui apa yang diharapkan dari komunikasi tersebut dan mereka mendapatkan pemahaman dari pesan yang disampaikan tersebut.
  2. Cara komunikasi yang benar harus digunakan – cara yang memperhitungkan waktu acuan dan kendala-kendala biaya. Pilihan saluran komunikasi yang tepat juga bergantung pada banyaknya formalitas yang diperlukan dan kecepatan umpan balik yang dibutuhkan.
  3. Komunikasi harus jelas dan ringkas. Penggunaan kata-kata yang tidak jelas harus dihindari. Pilihan kata-kata harus sedemikian rupa sehingga dapat mengatasi perbedaan-perbedaan budaya.
  4. Komunikasi bisnis harus mempengaruhi dan persuasif.
  5. Komunikasi harus sopan. Perilaku sopan dan penuh perhatian merupakan inti dari komunikasi bisnis.
  6. Bahasa tubuh yang positif harus digunakan. Sebagai contoh, selama pertemuan dan wawancara, sering mempertahankan kontak mata, memberikan senyuman yang menyenangkan, membuat semuanya merasa senang, dsb.
  7. Umpan balik adalah komponen integral dari komunikasi. Tanpa umpan balik, akan menjadi tidak mungkin untuk mengetahui apakah penerima pesan telah memahami pesan yang disampaikan dalam istilah-istilah yang sama seperti yang dimaksud.
  8. Mencoba menggunakan lebih banyak “Anda” daripada “Saya”. Pendengar atau penerima pesan harus diberi arti penting.
  9. Menjadi pendengar yang aktif. Kualitas komunikasi bertambah baik jika seseorang menjadi pendengar yang baik. Seseorang harus mendengarkan secara positif, harus berpikiran terbuka dan penuh perhatian.
  10. Fakta-fakta harus tidak menjadi parsial, fakta-fakta harus lengkap. Penerima pesan dapat menjadi bingung atau dapat mengambil tindakan yang salah jika fakta-fakta tidak lengkap.
  11. Fakta-fakta harus baru dan tidak ketinggalan jaman.
Di samping pokok-pokok dari proses komunikasi ini seseorang juga harus mau mengatasi rintangan-rintangan yang dapat mempengaruhi proses komunikasi.

komunikasi dalam organisasi

Komunikasi dalam Organisasi


Organisasi adalah sekelompok masyarakat yang saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dan komunikasi adalah perekat yang memungkinkan kelompok masyarakat tersebut secara bersama-sama melakukan fungsinya dengan baik.
Komunikasi dalam organisasi adalah komunikasi dalam organisasi yaitu proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam hubungan jaringan yang saling bergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang selalu berubah-ubah.  (Goldhaber,1986).
Proses komunikasi dalam organisasi
Sebelum komunikasi dapat terjadi dibutuhkan suatu tujuan yang terekspresikan sebagai pesan untuk disampaikan antar seorang sumber dan penerimanya yang menghasilkan transfer dan pemahaman data, proses komunikasi (communication process) sebagai berikut :
Pengirim à Penyandian à Pesan à Saluran à Penerjemah Sandi à Penerimaan à Gangguan à Umpan Balik.
Pengirim mengirimkan sebuah pesan dengan cara menyandikan pemikirannya. Pesan tersebut adalah produk fisik aktual dari penyandian oleh pengirim. Saluran merupakan perantara yang dipakai pesan dalam menempuh perjalanan. Saluran tersebut dipilih oleh pengirim, apakah ia hendak menggunakan saluran yang formal atau informal. Saluran formal (formal channels) disediakan oleh organisasi dan berfungsi sebagai penyampai pesan-pesan yang berhubungan dengan aktivitas profesional dari para anggotanya. Saluran informal (informal channels) yaitu saluran komunikasi yang diciptakan secara spontan dan muncul sebagai tanggapan terhadap pilihan-pilihan individual. Penerima adalah objek yang menjadi sasaran dari pesan itu. Tetapi sebelum pesan tersebut dapat diterima, simbol-simbol didalamnya harus diterjemahkan menjadi bentuk yang dapat dipahami oleh penerima. Langkah ini disebut penerjemahan sandi dalam pesan. Gangguan mewakili berbagai hambatan komunikasi yang mengacaukan kejelasan pesan. Mata rantai yang trakhir dalam proses komunikasi adalah lingkaran umpan balik yaitu sarana pengecekan mengenai seberapa berhasil kita telah menyampaikan pesan kita seperti yang dimaksudkan pada awalnya. Hal ini mementukan apakah pemahaman telah tercapai.
Menurut Mintzberg, terdapat tiga peran manajerial yang dapat diterapkan oleh seorang manajer dalam suatu organisasi. Yaitu: peran antarpribadi (interpersonal roles), peran informasional (informational roles), dan peran keputusan (decisional roles). Jadi melalui masing-masing peran tersebut seorang manajer harus mampu mengomunikasikan ide, gagasan atau informasi kepada karyawannya, sehingga mereka dapat memahami pesan yang telah disampaikan dengan baik dan efektif.
Peran manajerial dalam suatu organisasi dapat dijelaskan lebih rinci sebagai berikut:
Peran Antarpribadi menunjukkan bahwa seorang manajer harus mampu memerankan dirinya sebagai seorang  tokoh figur, manajer, penghubung.
Peran Informasional
Monitoring, peran yang harus dilakukan oleh seorang manajer untuk mengawasi bawahan agar pekerjaan mereka sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Penyebar Informasi, peran manajer untuk menyebarluaskan atau menyampaikan informasi secara menyeluruh kepada para karyawannya agar mereka dapat memahami dengan baik berbagai kebijakan organisasi tersebut.
Juru Bicara, seorang manajer harus dapat memerankan dirinya sebagai seorang juru bicara yang baik, khususnya yang berkaitan dengan penyampaian informasi tentang berbagai kebijakan penting organisasinya kepada pihak lain (eksternal).
Paran Keputusan
Wirausaha, seorang manajer harus dapat memerankan dirinya sebagai seorang wirausaha yang jujur, dinamis, ulet, kreatif, inovatif, responsif, bertanggung jawab, berani mengambil resiko, dan berwawasan luas.
Pemecah Masalah, seorang manajer harus dapat memerankan dirinya sebagai salah seorang yang memiliki kemampuan dalam mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh suatu organisasi
Pengalokasi Sumber Daya, seorang manajer harus dapat memerankan dirinya sebagai orang yang mampu mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki secara baik. Seperti sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sumber daya informasi, dan lain sebagainya.
Negosiator, kemampuan ini sangat diperlukan oleh seorang manajer ketika berhubungan dengan pihak eksternal organisasi.
Keberhasilan komunikasi dalam suatu organisasi merupakan aset penting bagi pencapaian sasaran atau tujuan organisasi tersebut. Keberhasilan komunikasi yang tercermin dalam efektivitas dan efisiensinya merupakan alat perekat organisasi yang juga mempengaruhi nama baik (goodwill) organisasi yang bersangkutan.

kesalahpahaman dalam berkomunikasi

Kesalahpahaman dan Cara Mengatasinya Dalam Komunikasi Antarbudaya

Published January 28, 2012 by unasignorina
Dewasa ini, seiring dengan berkembangnya zaman, manusia tidak dapat lagi mengelak bahwa mereka mulai digiring untuk memasuki era globalisasi. Era globalisasi adalah suatu era dimana terjadi peningkatan kebutuhan antara suatu bangsa terhadap bangsa lainnya. Hal inilah yang akhirnya mengakibatkan tidak lagi cukup bagi manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya yang memiliki latar belakang budaya yang sama. Era globalisasi menuntut mereka untuk mulai melakukan komunikasi dengan manusia lainnya dengan latar belakang budaya yang berbeda, atau dengan kata lain, secara tidak langsung manusia dituntut untuk mulai melakukan komunikasi antarbudaya.
Komunikasi Antarbudaya adalah komunikasi yang dilakukan oleh dua orang yang ‘berbeda’. Dua orang yang ‘berbeda’ disini maksudnya adalah dua orang yang berasal dari kebudayaan yang berbeda. Komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang ‘berbeda’ tidaklah semudah komunikasi dengan dua orang yang ‘serupa’. Hal ini dikarenakan dua orang yang berasal dari kebudayaan yang berbeda sering kali membawa serta nilai asumsi, ekspektasi, kebiasaan verbal dan nonverbal, dan tata cara berinteraksi yang sesuai dengan kebudayaan dari mana mereka berasal ketika berkomunikasi[1]. Perbedaan yang dibawa oleh masing-masing individu dalam berkomunikasi inilah yang akhirnya sering kali memunculkan le malentendu, atau kesalahpahaman.
Le Malentendu atau Kesalahpahaman
Di dalam suatu komunikasi yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda latar belakang budaya sering kali terjadi kesalahpahaman. Kesalahpahaman merupakan ketidaksimetrisan kenyataan mengenai siapa yang benar dan siapa yang salah. Kesalahpahaman sendiri berasal dari permasalah penafsiran di dalam suatu proses interaksi[2]. Vladimir Jankélévitch dalam bukunya Le-je-ne-sais-quoi et le Presque-rien, La Méconnaissance et le Malentendu, menyatakan bahwa sesungguhnya bentuk asli dari kesalahpahaman adalah kekeliruan.Kekeliruan itu sendiri lahir dari sebuah kesepahaman atas dasar ketidaksepahaman[3]. Menurutnya, kesalahpahaman merupakan bentuk kekeliruan yang sangat mendasar.
Di dalam buku tersebut, ia juga menambahkan pernyatataan lain mengenai hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya kesalahpahaman, “ On croit ce qu’on désire et l’on entend ce qu’on croit”. Menurutnya, apa yang dipercaya oleh manusia adalah apa yang memang ia sukai, dan apa yang ia dengar, adalah apa yang ia percayai. Di sini Vladimir ingin mengatakan bahwa kesalahpahaman bukan hanya merupakan ketidakpahaman, tetapi juga tidak langsung menyadari apa yang dimaksudkan si locuteur, atau paling tidak berpura-pura tidak menyadari apa yang dimaksud oleh locuteur. Ia mengimajinasikan pernyataan tersebut di dalam suatu komunikasi sebagai berikut :
“Di dalam suatu proses komunikasi, seseorang telah mengungkapkan apa yang ingin ia katakan, dan lawan bicaranya telah memahami dengan sempurna apa-apa saja yang memang harus dipahami dari apa yang telah dikatakan orang tersebut. Namun, terkadang apa yang dikatakan lawan bicara kita tidak sesuai dengan apa yang kita harap untuk mereka katakan, hingga hal-hal yang sebenarnya sangat ingin ia dengar untuk keluar dari mulut lawan bicaranya menutupi hal-hal yang memang sebenarnya ia dengar. Hal inilah yang akhirnya menghasilkan suatu ketidakjujuran.”[4]
Komunikasi antarbudaya seringkali diwarnai oleh kesalahpahaman yang diakibatkan oleh permasalahan bahasa, perbedaan cara berkomunikasi, dan perbedaan orientasi nilai antarindividu dengan latar belakang budaya yang berbeda. Kesalahpahaman dalam komunikasi antarbudaya dapat pula  bermula dari perilaku seseorang yang ketika melakukan komunikasi antarbudaya tetap berpedoman pada norma yang berlaku di dalam kebudayaan mereka sendiri[5]. Dalam berkomunikasi antarbudaya, kita tidak dapat menyamaratakan norma yang berlaku di dalam kebudayaan lawan bicara kita dengan norma yang berlaku di dalam kebudayaan kita, karena norma yang berlaku di tiap kebudayaan tidaklah selalu sama. Dan ketidaksamaan norma-norma kebudayaan dalam mengelola suatu interaksi komunikatif tersebutlah yang mengakibatkan timbulnya kesalahpahaman[6].
Mengurangi Kesalahpahaman dalam Komunikasi Antarbudaya
Kesalahpahaman merupakan salah satu hal yang dapat menghambat terjadinya proses komunikasi yang baik. Dalam komunikasi antarbudaya misalnya, berawal dari kesalahpahaman yang terjadi antarindividu, dapat mengakibatkan terjadinya konflik antarbudaya. Untuk itulah akan lebih baik bila tiap individu memahami bagaimana cara mengurangi kesalahpahaman dalam berkomunikasi khususnya berkomunikasi antarbudaya.
Ada beberapa aspek dalam komunikasi yang dapat mengakibatkan terjadinya kesalahpahaman, misalnya saja aspek bahasa. Untuk mengurangi resiko terjadinya kesalahpahaman yang diakibatkan oleh bahasa, ketika melakukan komunikasi antarbudaya, ada baiknya bila kita menggunakan bahasa yang umum, dan hindari penggunaan bahasa eksklusif yang mungkin hanya dikenali kelompok tertentu. Aspek lain yang seringkali mengakibatkan kesalahpahaman adalah aspek budaya. Perbedaan budaya merupakan sumber kesalahpahaman dalam komunikasi antarbudaya yang sering kita temui. Untuk itu, dua individu beda budaya yang melakukan komunikasi haruslah memiliki pandangan positif terhadap kebudayaan dan etnik lawan bicaranya. Bahkan tiap individu diharapkan berpikiran terbuka dan memiliki pengetahuan mengenai kebudayaan dan cara berkomunikasi lawan bicaranya.
Pada dasarnya, untuk dapat berkomunikasi dengan orang asing kita harus dapat memahami bagaimana mereka ingin diperlakukan dan seperti apa mereka ingin dilihat.
Kesimpulan
Komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi yang dilakukan oleh dua orang dengan latarbelakang budaya yang berbeda. Perbedaan latabelakang budaya yang dimiliki dua individu inilah yang kerap memunculkan kesalahpahaman di dalam komunikasi yang mereka lakukan. Kesalahpahaman merupakan suatu hal yang dapat menghambat komunikasi yang bisa saja berujung dengan terjadinya konflik antarbudaya. Untuk itulah, dalam melakukan komunikasi antarbudaya kita harus memiliki ilmunya dan sebisa mungkin mengenali aspek-aspek apa saja di dalamnya yang memiliki resiko menimbulkan kesalahpahaman.
Sekilas, mungkin komunikasi yang dilakukan dengan orang yang berbeda latarbelakang budaya dengan kita, terlihat sulit untuk dilakukan. Namun pada dasarnya, terlepas dari tuntutan era globalisasi, komunikasi antarbudaya sangatlah penting untuk dilakukan. Karena kita dapat belajar lebih banyak dari orang-orang yang ‘berbeda’ dengan kita dibandingkan dengan orang-orang yang ‘serupa’ dengan kita. Dan melalui pencerminan orang lainlah kita akan lebih bisa mengenal diri kita sendiri.